Bisnis kapal angkut tersangkut rupiah

JAKARTA. Bisnis pelayaran nasional kini tengah terombang ambing. Setelah rupiah terkapar, kini giliran harga minyak dunia yang tersungkur di bawah US$ 40 per barrel atau tekeji sejak 2009.
Melihat gejala ini, pebisnis pelayaran pun khawatir harga sewa kapal bisa terkoreksi. "Saya perkirakan kontrak anyar akan tertekan," tutur Sundap Caruli, Direktur Keuangan PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD) kepada KONTAN, Rabu (28/8).
Meski pada kuartal II-2014, Logindo sudah menurunkan tarif sewa 5%-10% akan kontrak dalam tangan, kemudian seadi 20%-30% akan kontrak kontemporer, tapi memakai kondisi ekonomi adapun lesu sebagai sekarang bisa melahirkan klien meminta penurunan harga. Mau tidak mau, demi mempertahankan utilitas armada dan menekan biaya pemeliharaan, perupayaan ini harus tetap mengikuti harga pasaran.
Pada semester satu 2014, Logindo masih bisa mempertahankan utilitas kapal hadapan angka 78%, naik atas periode yang kembar tahun ini utilitasnya turun menjabat 63%. Penurunan cukup parah terjadi hadapan kapal pengatur jangkar atau anchor handling tug supply (AHTS). Permintaan kapal jenis ini turun lantaran tidak agung aktivias pengeboran atau eksplorasi minyak beserta gas.
Sundap sudah memperkirakan akhir tahun nanti, pihaknya tidak bagi bisa mencatatkan pertumbuhan pendapatan. Menurutnya beserta dinamika ekonomi saat ini, ia sekadar berharap bisa mencatatkan pendapatan US$ 50 juta, turun 38,04% daripada pendapatan tahun lalu nan tercatat US$ 69,02 juta. "Kami tidak bisa tumbuh, pasti mengalami penurunan," keluh dia.
Hal tak habis bubar pula dialami PT Transpower Marine Tbk (TPMA). Menurut Rudy Sutiono, Direktur Transpower Marine, sejak harga minyak melemah sudah berlebihan kliennya nan mengajukan permintaan penurunan kontrak. Beberapa klien lewat masa kontrak satu tahun rata-rata mengajukan pemangkasan nilai kontrak antara 2%-3%.
Namun perusahaan pelayaran pengangkut batubara ini masih mempertahankan nilai kontraknya. TPMA sudah menyiapkan batasan atas margin melalui kapal nan mereka.
Bila memakai kapal sendiri, batasan margin adalah 30%-35%. Sedangkan jika memakai kapal sewa margin dalam jaga dikisaran 25%. "Kami pokoknya layak melihat apakah omzet bisa menguncupi biaya operasi atau tidak," tegasnya.
Sebaliknya PT Humpuss Intermoda Tranporstasi Tbk (HITS) justru menyebut penurunan harga minyak ini tidak berpengaruh terhadap bisnis.
Menurut Daryono, Sekretaris Perupayaan Humpuss Intermoda sampai-sampai kini pihaknya belum sebandingsekali menyesuaikan nilai kontrak. Lantaran banyak kontrak yang berdurasi jangka panjang bersama biasanya tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi. "Apalagi kami saat ini kebanyakan mengangkut kimia bersama LNG. Minyak tidak banyak," klaim dia.
Berdasarkan laporan tengah tahunan Humpuss, terlihat atas total pendapatan US$ 26 juta, mayoritas pemaacapn disumbang atas pengangkutan kimia nan mencapai US$ 9,72 juta dan pengangkutan LNG sekitar US$ 8,26 juta. Porsi pengangkutan minyak hanya menyumbang US$ 3,84 juta saja.
Cek Berita lagi Artikel yang lain dekat Google News